Saat ini Lentog Kudus, makin populer dan dikenal secara luas oleh orang-orang selain warga Kudus.
( Jika cah Kudus sampai tidak tahu apa itu Lentog Kudus, wah...benar-benar....kebangetan !!! ).
Sebab sebagai salah satu makanan khas Kudus, selain kuliner khas kota Kudus yang sudah terkenal lebih dulu lainnya seperti Soto Kudus, Nasi Pindang Kudus, Sate Kerbau Kudus, Nasi Tahu Kecap Kudus atau juga Jenang Kudus, cita rasa dan cara penyajian lentog memang cukup unik.
Masakan lentog sebenarnya sangat sederhana.
Lontong yang diiris tipis, dicampur dengan sayur lodeh nangka muda ( tewel, gori ) yang berkuah kental, dengan lauk “kotokan” tahu dan atau tempe.
Cukup itu saja resep bakunya.
Meski ada juga yang kemudian ditambahkan dengan sambal cair atau cabe “mrutu” matang atau taburan bawang goreng.
Bahkan bagi yang gila pedas, masih juga ditambah dengan “nglethus”, makan langsung cabe rawit mentah.
Cara penyajiannya ?
Benar-benar khas Kudus.
Piring kecil yang dilapisi dengan daun pisang serta “suru” sebagai pengganti sendok makan.
Catatan :
Suru adalah daun pisang yang dipotong kecil dengan lebar sekitar 3 – 4 cm, panjang 10 -12 cm yang kemudian dilipat menjadi dua pada arah memanjang dan digunakan untuk “menyuru” atau mengambil makanan.
Seperti ini lho bentuk dari “suru” :
Selain digunakan pada Lentog Kudus, suru biasanya digunakan pada makanan khas Kudus lainnya, terutama untuk Nasi Pindang Kudus.
Kepopuleran Lentog Kudus ini mulai terangkat hingga ke luar kota seiring dengan kepopuleran makanan khas Kudus lainnya.
Namun sebenarnya, lentog Kudus ini mulai meledak ( di kalangan masyarakat Kudus sendiri ) pada sekitar tahun 1980-an.
Waktu itu, desa Tanjung yang dikenal sebagai asal mula masakan lentog ini, terkena musibah banjir. Sialnya banjir yang melanda desa yang terletak di wilayah selatan kota Kudus ini berlangsung cukup lama ( sehingga desa Tanjung waktu itu dijuluki sebagai desa langganan banjir ).
Atas kondisi seperti ini, banyak masyarakat Kudus dari desa lainnya yang kemudian berkunjung atau hanya sekedar ingin tahu kondisi desa yang terkena banjir tersebut.
Bahkan ada juga yang sengaja datang ke wilayah ini hanya untuk sekedar......mencuci sepeda motornya. Waktu itu jasa cucian sepeda motor di kota Kudus memang belum ada.
Terutama saat pada hari libur. Sebab karena begitu lamanya genangan air di beberapa wilayah desa tersebut, lokasi banjir kemudian malah dijadikan lokasi memancing.
Pada hari libur, berderet-deret pemancing amatiran terlihat di desa ini.
Selain yang hanya jalan-jalan melihat pemandangan.
Ketika berlama-lama, mereka biasanya menjadi lapar. Hingga kemudian “terpaksa” makan seadanya, di warung lentog yang ada di daerah tersebut.
( Waktu itu karena begitu sederhana dan apa adanya, makanan Lentog belum terlihat menarik minat ).
Meski waktu itu jumlahnya tidak banyak hanya satu dua.
Namun, karena cita rasa Lentog Tanjung yang memang khas, secara perlahan namun pasti makanan desa Tanjung ini makin diminati.
Terlebih lagi harga per porsinya yang memang sangat murah.
( Saat ini saja harga sepiring Lentog Tanjung “hanya berkisar antara 2000 rupiah sampai 4000 rupiah saja. Murah meriah bukan ? ).
Dan lama kelamaan hal ini malah menjadi sebuah kebiasaan baru masyarakat Kudus.
Ketika di pagi hari – warung lentog tanjung biasanya akan sangat ramai antara jam 07.00 sampai 11.00 WIB – terutama di hari libur masyarakat Kudus berbondong-bondong ke desa Tanjung ( kali ini bersama anggota keluarga ) “hanya” untuk menikmati dan menyantap Lentog Tanjung.
Dan sejak saat itu masakan lentog Tanjung mulai dikenal dan meledak.
Desa Tanjung kemudian menjadi jujugan penikmat kuliner ( lentog ) terutama di hari libur di pagi hari. Pusat, sentra masakan Lentog di kota Kudus.
Ketika perkembangan kuliner Lentog Tanjung semakin luas dan populer, makanan yang sederhana ini makin menyebar hampir di seluruh Kudus.
Tidak hanya melulu di desa Tanjung, warung-warung lentog Tanjung kemudian dapat ditemui di hampir setiap sudut kota Kudus.
Meskipun di warung-warung tersebut tendanya tetap tertulis trade mark-nya, Lentog Tanjung, bukannya Lentog Kudus.
Dan uniknya, meski dijual di wilayah mana saja, dan seramai apapun warung Lentognya, penjualnya tetap menggunakan “angkringan” lentog.
Tidak meninggalkan dan menggantikannya dengan rak atau tempat makanan yang modern.
Catatan ( lagi ) :
Istilah Lentog Kudus sebenarnya merupakan sebutan yang diberikah oleh masyarakat penggemar kuliner Lentog yang berasal dari luar kota Kudus.
Masyarakat Kudus sendiri hingga saat ini umumnya masih menyebutnya sebagai Lentog Tanjung.
Jadi jika anda sempat mampir dan berkunjung ke kota Kudus, selain “harus” mencicipi makanan khas Kudus lainnya yang telah “kondang” sebelumnya, anda akan “rugi” jika tidak sempat mencicipi keunikan cita rasa Lentog Tanjung yang benar-benar akan menggoyang lidah anda.
Saat ini anda dapat menemukan warung Lentog Tanjung ini hampir dimana saja di kota Kudus.
Namun jika ingin lebih mantabp,langsung luncuran saja ke pusatnya, ke desa Tanjung.
Dan agar lebih berkesan, saat menikmati kelezatan lentog ini, gunakan “suru” saja.
Selamat menikmati, lezatnya dan keunikan Lentog tanjung.
Lihat juga :