Meski terkadang disebut sebagai “Kota Industri” ( ini tidak lepas dari begitu banyaknya industri r0k0k kretek di kota kecil ini ), kehidupan malam di kota Kudus tidaklah semarak di kota lain sejenis.
Bahkan dibandingkan dengan kota Pati “Bumi Mina Tani “ ( yang artinya bumi atau kota pertanian dan perikanan ) yang persis terletak di sebelah timurnya.
Padahal kota ( yang banyak ) industri, umumnya memiliki kehidupan malam yang gemebyar dan seolah tak pernah mati.
Kehidupan ( larut ) malam di kota Kudus biasa-biasa saja. Terkecuali jika ada moment atau event tertentu. Misalnya pada event “Dandhangan”, malam hiburan pada peringatan hari jadi kota Kudus, acara pameran atau acara tahun baru. Selebihnya sepi.
Pada kesempatan biasa, “kehidupan malam” yang bisa dijumpai di kota Kudus, biasanya adalah acara-acara pengajian. Hal ini bisa jadi tidak lepas dari sebutan kota Kudus yang lainnya, sebagai kota Santri.
Sehingga “gairah malam” atau “dugem” sepertinya tidak berlaku di kota ini.
Namun bukan berarti kota Kudus menjadi kota mati sesaat setelah matahari tenggelam.
Anda masih tetap bisa menemukan gemerlap dan riuhnya malam di kota Kretek ini.
Meski dengan nuansa dan “nafas” yang berbeda.
Anda bisa langsung “luncuran” ke jalan Sunan Kudus.
Agak berbeda dengan tempat-tempat lain di kota Kudus yang umumnya sudah sepi pada malam hari ( biasanya di atas jam 9 malam ) terkecuali pada malam minggu atau malam hari libur, “nadi” di jalan Sunan Kudus terus “berdenyut” di malam hari, dan setiap hari, tidak mengenal malam libur atau malam masuk ( sekolah atau kerja maksudnya ).
Sebagai bagian yang menghubungkan kota lama dengan Kantor Kabupaten Kudus sebagai pusat pemerintahan, jalan Kudus memang unik.
Di siang hari, Jalan Sunan Kudus merupakan salah satu jalan terpadat di kota Kudus, bahkan cenderung macet, terutama di sekitar lokasi wisata religi, yaitu Menara Kudus.
Sebab di sepanjang jalan Sunan Kudus ini ibaratnya memang merupakan sebuah kompleks pertokoan.
Berbagai macam toko ada di Jalan Sunan Kudus ini.
Berbagai macam barang dagangan bisa anda cari dan dapatkan di jalan Sunan Kudus ini.
Bahkan termasuk barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi alias barang bekas atau barang rosok.
Sebab di jalan Sunan Kudus ini – tepatnya persis di sebelah barat jembatan Kali Gelis – terdapat “pasar” pedagang kaki lima yang menjual barang-barang bekas, atau pasar loak, sehingga dikenal juga sebagai Barito-nya Kudus.
( Mengacu pada pasar Barito Semarang yang menjual barang-barang bekas dan ada lebih dulu disbanding kota Kudus ).
Jembatan Kali Gelis sendiri termasuk unik. Meski jembatan ini dibangun pada jaman Belanda, jembatan ini masih berdiri kokoh, sepertinya tidak termakan masa. Sehingga saat ini telah dipercantik lagi dengan pemasangan lampu-lampu tiang di kanan kiri jembatan.
Dan yang lebih unik lagi, terletak di arah selatan di kanan kiri jembatan Kali Gelis.
Disitu juga berdiri "Rumah Kembar", bangunan kuno antic bergaya Eropa, milik taipan di jaman lampau, Nitisemito.
( Nitisemito dikenal sebagai “juragan besar” dan sebagai perintis industri r0k0k kretek modern di Kudus, bahkan di Indonesia ).
Lihat juga :
Sayangnya bangunan ini sudah tidak terawat dan rusak. Bahkan saat ini telah dipasang papan “DIJUAL”.
Saat matahari telah tenggelam dan hari berubah menjadi malam, jalan Sunan Kudus akan berganti wajah. Ketika sore hari, kebanyakan toko akan tutup dan warung-warung tenda mulai didirikan.
Dan ketika hari telah gelap, di jalan Sunan Kudus telah berdiri berderet panjang aneka warung makan, juga warung lesehan.
Begitu banyak dan panjangnya aneka warung makan yang berdiri dan buka di jalan Sunan Kudus di malam hari, menjadikannya sebagai Warung makan terpanjang di Kudus.
Siapa saja yang sempat mampir, akan dimanjakan berbagai macam kuliner disini.
Berbagai macam warung makanan ada, mulai dari sate, soto, nasi goreng, mie goreng, lodeh, dan sebaginya. Pokoknya hampir semua makanan ada di jalan Sunan Kudus ini.
Kata orang Betawi : “ Pokoknye, ape aje ade dah..”
Dan yang tidak ketinggalan, tentu saja warung-warung Nasi tahu yang memang mendominasi warung makan malam di jalan Sunan Kudus ini.
Sehingga sering dibilang, jalan Sunan Kudus ini “pusatnya” nasi tahu di kota Kudus.
Nasi tahu Kudus ini bisa dibilang termasuk makanan khas Kudus.
Sebab meski di beberapa daerah juga ada masakan sejenis namun nasi tahu di Kudus memiliki bahan, olahan dan cara penyajian yang berbeda. Penyajian khas kudus. Porsi kecil, piring kecil.
Coba lihat juga sebabnya :
Nasi tahu adalah nasi yang disajikan dengan lauk tahu yang digoreng kering dan dibumbui dengan “kuah” yang terbuat dari kacang, gula, kecap, cabe dan bawang. Dengan sayuran berupa irisan kol, taoge mentah, daun seledri dan taburan gorengan bawang.
Tahu goreng ini bisa disajikan dengan nasi ataupun dengan lontong, sehingga disebut dengan lontong tahu.
Saat ini nasi tahu goreng ini juga dikombinasi dengan telur yang diasuk pada tahu sebelum digoreng.
Di kota Semarang masakan mirip seperti ini disebut tahu gimbal., dengan cita rasa yang berbeda, dan ada “gimbal” udang di dalamnya.
Meski nasi tahu atau lontong tahu Kudus ini terlihat sangat sederhana, namun jangan tanya rasanya. Cita rasanya khas Kudus. Sehingga banyak orang luar kota yang menjadi “ketagihan” atau "ngimel" begitu sekali mencicipi nasi tahu kudus ini.
Karena itu, jika anda sempat mampir ke kota Kudus, selain “wajib” mencoba makanan khas Kudus seperti soto kudus, lentog kudus, sate kerbau kudus atau nasi pindang kudus, serta jangan sampai terlewat pula mencicipi kekhasan cita rasa nasi tahu Kudus ini.
Dan jangan lupa pula untuk silahkan melongok keunikan warung makan terpanjang di kota Kudus dan menjelajahinya.
Kalau perlu coba satu-persatu, selama isi kantong dan perutnya masih kuat.
Bagaimana ? Berani mencoba ?
Karena begitu matahari terbit, warung makan malam terpanjang ini sudah tidak ada lagi, sampai senja menjelang kembali.