Tentu akan menjadi sangat tidak lucu jika pada blog yang membahas tentang informasi kota Kudus ini malah tidak menyertakan asal-usul dan sejarah kota Kudus.
Terlebih lagi, penulis dan admin blog Info Wisata Kudus ini memang asli “Cah” Kudus.
Bisa jadi anda yang mengunjungi blog ini, juga Cah Kudus.
Karena itu sebagai pembuka, Asal Mula Dan Sejarah Kota Kudus Mulai Jaman Wali, Ini Sebagai Posting Perdana.
● Kudus Di Jaman Purba
Konon, alkisah dan menurut syahibul hikayat, pada jaman dulu kala, yang namanya kota Kudus itu tidak ada.
Jangankan kotanya, beberapa daerah yang menjadi wilayah administratif kota Kudus saat inipun masih belum ada.
Pada jaman purba, Gunung Muria dan beberapa daerah yang berada di lerengnya atau Semenanjung Muria, masih terpisah dari pulau Jawa.
Semenajung Muria masih berupa pulau kecil tersendiri yang “mengambang” di laut Jawa, terpisah oleh Selat Muria, yang saat itu masih dalam dan lebar.
Yang bahkan ( saat ini bernama desa ) Tanjung Karang , saat itu masih berupa pelabuhan transit penghubung ke pelabuhan Demak, Jepara dan Juwana.
Seperti ini ni, peta Gunung Muria dan Pulau Jawa pada jaman purba hasil contekan dari Wikipedia :
Dari peta tersebut terlihat, beberapa daerah yang kini menjadi wilayah administratif kota Kudus saat ini masih berupa lautan.
Dan menurut alkisah pula, dengan berjalannya waktu, maka lambat laun, lama-kelamaan “Pulau Muria” ini akhirnya “bersatu” dengan pulau Jawa, sebagaimana yang digambarkan oleh peta pulau Jawa modern seperti saat ini, yang luasnya kurang lebih 425,16 km2.
Bukti bahwa Gunung Muria ini dulunya terpisah dari Pulau Jawa, disinggung dan dapat ditelisik pada Legenda Sam Poo Kong. Yaitu dengan ditemukannya jangkar perahu dari Sam Poo Kong di sebuah wilayah ( yang kini berupa ) daratan.
Atau penemuan benda dan atau fosil hewan laut ditempat-tempat yang saat ini ditempati sebagai pemukiman penduduk, yang dianggap mustahil bisa terdapat benda dan atau hewan laut.
Dan hingga kini pula ada beberapa daerah di wilayah kota Kudus yang berupa daratan rendah dan menjadi langganan banjir.
Syahibul Hikayat, bersamaan dengan “rejoning jaman” di tepian Sungai Gelis atau sering disebut dengan Kali Gelis, mulai timbul permukiman yang kemudian berkembang pesat. “Kota” kecil di tepi Sungai Gelis tersebut kemudian dinamai dengan Tajug.
Sebab kota kecil di sebelah barat Sungai Gelis tersebut memang banyak terdapat Tajug, yaitu bentuk atap arsitektur tradisional yang sangat kuno dipakai tujuan keramat dan di jadikan tempat bersembahyang masyarakat yang mayoritas beragama Hindu.
Saat itu warga kota Tajug hidup dari kegiatan bertani, membuat batu bata, menangkap ikan, serta berdagang.
Dan dengan adanya Pelabuhan Tanjung Karang yang merupakan pelabuhan transit para pedagang antar pulau di Nusantara, termasuk yang berasal dari mancanegara, seperti pedagang dari Timur Tengah dan Tiongkok, maka kota kecil Tajug kemudian berkembang dengan pesat.
● Asal Mula Nama ( Kota ) Kudus
Berbarengan dengan masuknya para pedagang Timur Tengah, menjadikan agama Islam mulai tersebar dan berkembang di bumi Nusantara.
Diawali dengan para pendahulu Islam di berbagai wilayah Nusantara, yang paling terkenal misalnya di samudera Pasai, dan disusuli dengan hadirnya para Sunan Sepuh, seperti Sunan Giri, Sunan Bonang dan Sunan Ampel, kemudian beberapa Sunan lainnya, sehingga menjadi Sembilan Sunan atau Sembilan Wali atau Wali Songo yang begitu melegenda di tanah Jawa.
Salah seorang penyebar agama Islam yang termasuk dalam Wali Songo atau Wali Sembilan yang bernama Raden Ja’far Sodiq, datang dan akhirnya menetap di kota Tajug, selepas menuntu ilmu di Palestina.
Di kemudian hari, Raden Ja’far Shadiq ini lebih dikenal sebagai Sunan Kudus ( sebagai penandaan dimana beliau tinggal dan berdakwah ? )
Dalam dakwah menyebarkan agama Islam di kota kecil Tajug, Sunan Kudus amat toleran dan bijaksana. Sunan Kudus mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah –tengah penduduk kota Tajug yang telah memiliki budaya yang mapan dan mayoritas beragama Hindu dan Buddha.
Pada tahun 956 H atau 1549 M – dimana hal ini dapat diketahui dari inskripsi atau prasasti dari batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm, yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab - Sunan Kudus mulai mendirikan sebuah masjid, di lokasi yang sama dengan lokasi Menara Kudus.
Menara Kudus sendiri merupakan sebuah bangunan yang sudah ada sejak jaman Hindu Budha, jauh sebelum Sunan Kudus datang ke kota Tajug. Karena itulah bentukya serupa dengan bangunan candi-candi yang banyak ditemukan di Pulau Jawa.
Dengan segala kearifannya, Sunan Kudus tidak merobohkan atau bahkan sekedar mengusik bangunan Menara Kudus yang berada dalam satu lokasi dengan Masjid yang akan dibangunnya.
Beliau bahkan mendekati warga kota Tajug dengan membuat struktur atas Menara Kudus yang berbentuk Tajug, saat mulai membangun Masjid Menara Kudus.
Bentuk kearifan Sunan Kudus lainnya, beliau sangat tidak menyarankan umat Islam di wilayah kudus untuk memotong hewan sapi, sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada masyarakat yang beragama Hindu ( sebab sapi merupakan hewan yang dikeramatkan dalam agama Hindu ).
Uniknya, saat membangun masjid ini, salah satu batu yang digunakan oleh Sunan Kudus adalah sebuah batu piagam yang berasal dari Yerusalem Palestina.
Sebab saat Sunan Kudus masih berada di Palestina, beliau telah berjasa, berhasil memusnahkan wabah yang sedang menyerang kota tersebut. Sehingga penguasa kota itu menganugerahi Sunan Kudus dengan sebuah piagam batu, sebagai tanda hadiah kepemilikan tanah.
Karena itulah Masjid Menara Kudus ini nama aslinya, sebenarnya adalah Masjid Al-Aqsa, persis seperti Masjid yang berada di Yerusalem, Palestina.
Karena itu pula kota Kudus ini sering dijuluki sebagai Jerusalem van Java.
Dan setelah kedatangan Sunan Kudus, yang kemudian membangun Masjid Al-Aqsa atau Masjid Menara Kudus, Kota Tajug kemudian lebih dikenal sebagai "Al-Quds" , yang berarti Suci.
Namun karena lidah orang Jawa, ejaan Arab, Al-Quds kemudian hanya diucapkan sebagai Kudus.
Dan lafal Kudus ini kemudian melekat dan masih digunakan hingga saat ini.
Kota Tajug yang kemudian berubah menjadi Kudus, yang terletak di daerah sebelah barat Sungai Gelis – saat ini dikenal sebagai daerah Kudus Kulon – inilah yang merupakan cikal bakal kota Kudus saat ini.
Kota Santri berjuluk Jerusalem van Java.
Kota Kretek yang penuh dengan Taste of Java.
Kota Gusjigang yang kaya dengan buah Jambu Bold an Cucak Ijo-nya.
Dan hari dimana berdirinya Masjid Al-Aqsa atau Masjid Menara Kudus inilah kemudian ditetapkan sebagai sebagai Hari Jadi Kabupaten Kudus, dan diperingati setiap tanggal 23 September.
Dan pada bulan September 2015 ini, berarti kota Kudus telah berumur 466 tahun.
Dirgahayu Kota Kudus yang ke 466.
Kota SEMARAK dengan motto Nagari Carta Bhakti Derah makmur dan berbakti.
Credit Picture : Wikipedia
Kota SEMARAK dengan motto Nagari Carta Bhakti Derah makmur dan berbakti.
Credit Picture : Wikipedia